Friday, March 11, 2011

Lukisan Bugil Diriku Bag 2

Posted by solusisehat | 8:14 AM | Bugil, Lukisan Bugil “Gimana bisa kita mulai kan menggambarnya” kataku sambil membaringkan tubuh di ranjangnya

“Bentar Ci” sahutnya lalu mengunci pintu terlebih dulu “kalo ada yang masuk kan berabe”

“Posisi gini gimana ? bagus ga ?” aku berbaring menyamping dengan menopang kepalaku dengan tangan kanan ditekuk

“Kurang Ci, biasa aja, mending lu tumpuk itu bantal buat sandaran tangan terus duduk bersimpuh, kayanya lebih bagus” pintanya setelah mengamati sejenak.

“Gini ?” tanyaku mengikuti arahannya

“Ya, lebih tegak dikit Ci, ya gitu ok” aturnya

Dia duduk di kursi seberang ranjang sana memegang clipboard. Sebelum mulai dia minum dulu untuk menenangkan diri. Lewat lima menit, dia geleng-geleng kepala melihat kertasnya, lalu ditariknya kertas itu dan diremas-remas.

“Kenapa Lix ? gagal ?” tanyaku

“Sory Ci, belum biasa sih jadi ga bagus tadi, sekali lagi yah, sory ngerepotin”

“Ya udah, santai aja, lama-lama juga biasa kok”

Kali ini sepertinya dia sudah lebih enjoy melakukan aktivitasnya, tangannya bergerak dengan cepat diatas kertas, mengganti-ganti pensil, mengambil kapas dan penghapus, ibarat Leonardo yang melukis bugil Kate Winslet di film Titanic itu.


Ternyata jadi model lukisan gini capek juga loh, harus diam terus dan menjaga ekspresi wajah selama beberapa saat lamanya, semenit jadi seperti satu jam rasanya.

“Wuiihh...finally !” sahutnya dengan bernafas panjang setelah empat puluh menitan bekerja keras

“Udah Lix ? coba gua liat dong hasilnya sini” pintaku tak sabar ingin melihat hasilnya

Dia berjalan ke sini dan duduk di tepi ranjang memperlihatkan karyanya kepadaku

“Puas ga Ci ? sory yah kalo jelek kan baru kali ini”

Aku mengamat-amati gambar itu sejenak, harus kuakui hasilnya lumayan, walaupun mukaku terlihat lebih lebar di gambar itu, namun secara keseluruhan sudah ok. Aku tahu dia terus memandangi tubuh polosku sejak tadi, tapi kubiarkan saja dia menikmatinya sambil aku melihat gambarnya.

“Hhmm...ga nyesel kayanya gua cape-cape duduk telanjang selama ini yah, ya ga Lix ?” kataku sambil menolehkan wajah melihatnya yang sedang memperhatikanku yang tanpa tertutup sehelai benangpun dengan wajah memerah.

“Eh..kenapa lo Lix, kok ngeliatin gua sampai kaya gitu, belum pernah liat cewek bugil ya sebelumnya ?” ujarku dengan tersenyum nakal

“Liat aja sih sering Ci, tapi kalau yang beneran baru kali ini, pernah juga melihat adik gua baru keluar mandi itu juga ga sengaja” katanya sambil garuk-garuk kepala

“Jadi pegang-pegang badan cewek ga pernah dong ?” tanyaku memancingnya

“Walah apalagi itu Ci, pacar aja belum, mo sama siapa” dengan sedikit terkekeh

“Terus gimana reaksilu ngeliat gua ga pake apa-apa di depan lo gini ?”


“Wah...gimana yah, susah omongnya nih, ya agak shock juga tadi abis baru
kali ini” jawabnya gugup


“Ada pikiran macam-macam gitu ngga waktu ngegambar tadi ?” pancingku lagi


“Emmm...macam-macam gimana contohnya Ci ?” tanyanya pura-pura bego atau memang bego nih, ga taulah, who care, lucu juga aku dengan tingkahnya ini


“Ya misalnya gini nih” seraya kuraih tangannya dan kuletakkan pada payudara kiriku.


Terasa sekali tangannya gemetaran memegang dadaku, mulutnya melongo tak sanggup berkata-kata dan mukanya tambah merah saja. Kubimbing tangannya meremas-remas payudara montokku.


“Mmhh...gitu remasnya, pakai perasaan...putingnya juga”


Dia menuruti apa yang kuajarkan walau masih diam terbengong. Setelah gemetarnya berkurang aku memulai aksi terusannya, kudekatkan bibirku padanya hingga saling berpagutan.


“Mulutnya dibuka Lix, jangan kaku gitu, gua ajarin lu cipokan” bisikku dengan nada manja


Dengan agresif lidahku menjelajahi mulutnya, menyapu ke segenap penjuru, menjilati lidahnya mengajak ikut bermain sehingga pelan-pelan lidahnya juga mulai aktif mengimbangiku. Tangannya pun tanpa kubimbing lagi sudah menikmati payudaraku dengan lebih semangat, bahkan kini dia lebih berani menjulurkan tangan satunya ke belakangku dan mengelusi punggungku.


Setelah puas berciuman, perlahan aku menarik mulutku, air liur nampak menetes dan berjuntai seperti benang laba-laba ketika mulut kami berpisah pelan-pelan.


“Itu tadi namanya Frech Kiss, Lix, udah bisa belum ?”


“Ho-oh, seru banget, lagi dong Ci !” pintanya


“Eiitt...sabar dulu, jangan buru-buru, masih banyak yang lebih seru” kataku sambil membukakan kaosnya dan melemparnya ke kursi “Lu berdiri dulu dong, gua bantu buka celananya !”


Dia bangkit dari duduknya dan berdiri di depanku yang duduk di pinggir ranjang. Kulucuti celananya tanpa menghiraukan reaksinya yang malu-malu, terutama ketika akan kubuka celana dalamnya.


“Iihh...rese amat sih, minggir sana tangannya, gua bugil di depanlu aja santai, masa lu yang cowok malu-malu kucing gini !” bentakku pelan


“Iya...iya Ci, sori habis baru pernah nunjukin anu gua ke cewek sih” katanya gugup membiarkan celana dalamnya kuturunkan.


Aku melihat penisnya yang sudah tegang lalu kugenggam dengan jari-jari lentikku.


“Wah, belum maksimal nih ngacengnya, liat aja nanti kalau udah ngerasain mulut gua, pasti ketagihan lu, hehehe...!” pikirku mesum


“Udah gede gini juga masih bilang malu, munafik lo ah !” ujarku sambil mengusapnya.

Kumulai dengan mengecup kepala penisnya dan memakai ujung lidahku untuk menggelikitiknya. Kemudian lidahku turun menjalari permukaan benda itu, sesekali kugesekkan pada wajahku yang halus, kubuat penisnya basah oleh liurku. Bibirku lalu turun lagi ke pangkalnya yang dipenuhi bulu-bulu, buah pelirnya kujilati dan yang lainnya kupijat dalam genggaman tanganku. Beberapa saat kemudian mulutku naik lagi dan mulai memasukkan benda itu ke mulutku. Kuemut perlahan dan terus memijati pelirnya.


“Aaa..ahhh..geli Ci...uuhhh !” desahnya bergetar


Kulihat ekspresinya meringis dan merem-melek waktu penisnya kumain-mainkan di dalam mulutku. Kujilati memutar kepala kemaluannya sehingga memberinya kehangatan sekaligus sensasi luar biasa. Semakin kuemut benda itu semakin keras dan membengkak. Aku memasukkan mulutku lebih dalam lagi sampai kepala penisnya menyentuh langit-langit tenggorokanku. Setelah beberapa lama kusepong, benda itu mulai berdenyut-denyut, sepertinya mau keluar.


Aku makin gencar memaju-mundurkan kepalaku mengemut benda itu. Felix makin merintih keenakan dibuatnya, tanpa disadarinya pinggulnya juga bergerak maju-mundur di mulutku. Tak lama kemudian muncratlah cairan kental itu di dalam mulutku yang langsung kusedot hingga tuntas. Kulirikan mataku ke atas melihatnya merintih sambil mendongak ke atas, tangannya mengucek-ucek rambutku.


Sisa mani yang belepotan di batangnya kujilati hingga bersih, lalu aku merebahkan diriku di ranjang dan menarik tangannya agar berbaring menindihku, gambar itu kubiarkan jatuh ke lantai, daripada kusut di ranjang tergencet tubuh kami nanti.


“Wah...sumpah enak banget tadi itu Ci !” katanya di dekat wajahku


“Itu tadi baru pemanasannya, sayang, kita masih belum beres” kataku sambil membelai lembut rambutnya


“Yuk, sekarang nyusu aja dulu sambil istirahat” suruhku memberi syarat padanya untuk melumat payudaraku


“Gua isep sekarang yah Ci” katanya dengan kedua tangan sudah mencaplok sepasang payudaraku.


Aku mendesis dan tubuhku menegang merasakan mulut Felix mulai beraksi di payudaraku. Bongkahan dada kananku dia jilati seluruhnya hingga basah, lalu dikenyot-kenyot di dalam mulutnya. Kepalanya kudekap erat pada payudaraku. Selesai dengan yang kanan kini dia melakukan hal yang sama terhadap yang kiri yang sejak tadi dia remasi dengan tangannya. Kedua payudaraku jadi basah oleh liurnya. Tangannya mulai berani menyusuri lekuk-lekuk tubuhku, pantatku yang sekal dia elus-elus sambil terus menyusu. Kuraih telapak tangannya yang lagi mengelus pantatku dan menggiringnya ke vaginaku.


Bersambung.................Bagian 3


Dia melanjutkan usapannya pada klitorisku dan semakin lama semakin nikmat. Mulutnya kembali mencaplok payudaraku. Aku menggelinjang keenakan dengan nafas makin memburu, tanganku mencengkram pundaknya dan membelai kepalanya.


“Oohh...yess...gitu, i like it...terus...terus !!” desahku sesekali menggigit bibir bawah..............

No comments:

Post a Comment