Tuesday, March 22, 2011

RINI KEPONAKAN PEMBANTUKU

Posted by solusisehat | 7:55 AM | Bercinta dgn Pembantu, Rini RINI KEPONAKAN PEMBANTUKU YANG NAKAL
(Bagian 1)
Kisah ini kembali terulang ketika keluarga gw membutuhkan seorang pembantu lagi. Kebetulan saat itu mbak Dian menganjurkan agar keponakannya Rini yang bekerja disini, membantu keluarga ini. Mungkin menurut ortu gw dari pada susah susah cari kesana kesini, gak pa pa lah menerima tawaran Dian ini. Lagian dia juga sudah cukup lama berkerja pada keluarga ini. Mungkin malah menjadi pembantu kepercayaan keluarga kami ini.

Akhirnya ortu menyetujui atas penawaran ini dan mengijinkan keponakannya untuk datang ke Jakarta dan tinggal bersama dalam keluarga ini.

Didalam pikiran gw gak ada hal yang akan menarik perhatian gw kalau melihat keponakannya. “Paling paling anaknya hitam, gendut, trus jorok. Mendingan sama bibinya aja lebih enak kemutannya.” Pikir gw dalam hati.

Sebelum kedatangan keponakannya yang bernama Rini, hampir setiap malam kalau anggota keluarga gw sudah tidur lelap. Maka pelan pelan gw ke kamar belakang yang memang di sediakan keluarga untuk kamar tidur pembantu. Pelan pelan namun pasti gw buka pintu kamarnya, yang memang gw tahu mbak Dian gak pernah kunci pintu kamarnya semenjak kejadian itu. Ternyata mbak Dian tidur dengan kaki mengangkang seperti wanita yang ingin melahirkan. Bagaimanapun juga setiap gw liat selangkangannya yang di halus gak di tumbuhi sehelai rambutpun juga. Bentuknya gemuk montok, dengan sedikit daging kecil yang sering disebut klitoris sedikit mencuat antara belahan vagina yang montok mengiurkan kejantanan gw.

Perlahan lahan gw usap permukaan vagina mbak Dian yang montok itu, sekali kali gw sisipin jari tengah gw tepat ditengah vaginanya dan gw gesek gesekan hingga terkadang menyentuh klitorisnya. Desahan demi desahan akhirnya menyadarkan mbak Dian dari tidurnya yang lelap. “mmmm....sssshh.....oooohh, Donn... kok gak bangun mbak sih. Padahal mbak dari tadi tungguin kamu, sampai mbak ketiduran.” Ucap mbak Dian sama gw setelah sadar bahwa vaginanya disodok sodok jari nakal gw. Tapi mbak Dian gak mau kalah, tanpa diminta mbak Dian tahu apa yang gw paling suka. Dengan sigap dia menurunkan celana pendek serta celana dalam gue hingga dengkul, karena kejantanan gw sudah mengeras dan menegang dari tadi. Mbak Dian langsung mengenggam batang kejantanan gw yang paling ia kagumi semenjak kejadian waktu itu.

Dijilat jilat dengan sangat lembut kepala kejantanan gw, seakan memanjakan kejantanan gw yang nantinya akan memberikan kenikmatan yang sebentar lagi ia rasakan. Tak sesenti pun kejantanan gw yang gak tersapu oleh lidahnya yang mahir itu. Dikemut kemut kantong pelir gw dengan gemasnya yang terkadang menimbulkan bunyi bunyi “plok.. plok”. Mbak Dian pun gak sungkan sungkan menjilat lubang dubur gw. Kenikmatan yang mbak Dian berikan sangat diluar perkiraan gw malam itu. “Mbak....uuuh, enak banget mbak. Trus mbak nikmatin kont*l saya mbak.” Guyam gw yang udah dilanda kenikmatan yang sekarang menjalar. Semakin ganas mbak Dian menghisap kont*l gw yang masuk keluar mulutnya, ke kanan kiri sisi mulutnya yang mengesek susunan giginya. Kenikmatan yang terasa sangat gak bisa gw ceritain, ngilu. Hingga akhirnya pangkal unjung kont*l gw terasa ingin keluar. “Mbak... Donny mau keluar nih...” sambil gw tahan kont*l gw didalam mulutnya, akhirnya gw muncratin semua sperma didalam mulut mungil mbak Dian yang berbibir tipis itu.

“Croot... croot... Ohhh... nikmat banget mbak mulut mbak ini, gak kalah sama mem*k mbak Dian.

Namun kali ini mbak Dian tanpa ada penolakan, menerima muncratan sperma gw didalam mulutnya. Menelan habis sperma yang ada didalam mulutnya hingga tak tersisa. Membersihkan sisa sperma yang meleleh dari lubang kencing gw. Tak tersisa setetespun sperma yang menempel di batang kont*l gw. Bagaikan wanita yang kehausan di tengah padang gurun sahara, mbak Dian menyapu seluruh batang kont*l gw yang teralirkan sperma yang sempat meleleh keluar dari lubang kencing gw. Lalu dengan lemas aku menindih tubuhnya dan berguling ke sisinya. Merebahkan tubuh gw yang sudah lunglai itu dalam kenikmatan yang baru tadi gue rasakan.

“Donn... mem*k mbak blom dapet jatah... mbak masih pengen nih, nikmatin sodokan punya kamu yang berurat panjang besar membengkak itu menyanggah di dalam mem*k mbak....” pinta mbak Dian sambil memelas. Mengharapkan agar gw mau memberikannya kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya.

“Tenang aja mbak... mbak pasti dapat kenikmatan yang lebih dari pada sebelumnya, karena punya saya lagi lemes, jadi sekarang mbak isep lagi. Terserak mbak pokoknya bikin adik saya yang perkasa ini bangun kembali. Oke.”

Tanpa kembali menjawab perintah gw. Dengan cekatan layaknya budak seks. Mbak Dian menambil posisi kepalanya tepat di atas kont*l gw, kembali mbak Dian menghisap hisap. Berharap keperkasaan gw bangun kembali. Segala upaya ia lakukan, tak luput juga rambut halus yang tumbuh mengelilingi batang kont*l gw itu dia hisap hingga basah lembab oleh air ludahnya.

Memang gw akuin kemahiran pembantu gw yang satu ini hebat sekali dalam memanjakan kont*l gw didalam mulutnya yang seksi ini. Alhasil kejantanan gw kembali mencuat dan mengeras untuk siap bertempur kembali. Lalu gw juga gak mau lama lama seperti ini. Gw juga mau merasakan kembali kont*l gw ini menerobos masuk ke dalam mem*knya yang montok gemuk itu. Mengaduk ngaduk isi mem*knya. Gw memberi aba aba untuk memulai ke tahap yang mbak Dian paling suka. Dengan posisi women on top, mbak Dian mengenggam batang kont*l gue. Menuntun menyentuh mem*knya yang dari setadi sudah basah. kont*l gw di gesek gesek terlebih dahulu di bibir permukaan mem*knya.

Menyentuh, mengesek dan membelah bibir mem*knya yang mengemaskan. Perlahan kont*l gw menerobos bibir mem*knya yang montok itu. Perlahan lahan kont*l gw seluruhnya terbenam didalam liang kenikmatannya. Goyangan pinggulnya mbak dian membuat gw nikmat banget. Semakin lama semakin membara pinggul yang dihiasi bongkahan pantat semok itu bergoyang mempermainkan kont*l gw yang terbenam didalam mem*knya.......

READ MORE - RINI KEPONAKAN PEMBANTUKU

Monday, March 21, 2011

Naughty Schoolgirl


Nobody warned me that at Circle Logistics, you just don?t dress up for Halloween. Seriously. I was expecting to stand out a little in my plaid schoolgirl skirt and tiny white top, but as soon as I walked in I realized I was the only person who was even acknowledging the holiday. The entire office staff looked up from their desks to stare at me. My heart sank and I steeled myself for one hell of a day.

Walking past the rows and rows of grey cubicles, my platforms made an excruciatingly loud click-click on the linoleum. The people in the cubicles were all wearing their normal white button-ups and slacks with sensible, non-clicky shoes; their expressions ranged from amused to disgusted.

The new CEO of Circle Logistics wanted a young, hip advertising executive who could bring a fresh perspective to their otherwise uninteresting company, so he hired me. I was used to working for trendy graphic arts companies or freelancing for indie bands, but hell, Circle Logistics paid pretty well and at 25, I was anxious to pay off my substantial college loans.


Your Ad Here

Jake McDonald seemed to enjoy the irreverence of my ad campaigns but I was never sure whether or not he actually liked me. We occasionally exchanged flirty IMs but he always pulled back as soon as I got too sassy. At meetings, I wasn?t afraid to challenge him and always gave my advertising reports with a healthy dose of wit that made my coworkers slightly uncomfortable. I knew the office was a bit suspicious about our relationship. Sadly, they had nothing to be suspicious about. He?d been kind but professional, even when we were alone together.

I had a huge crush on him. He had that young-powerful-executive thing going on. He was just shy of 35, with a slim build, dark brown hair and black-rimmed emo glasses. His eyes were an interesting shade of light green, standing out from his pale, nearly translucent skin. He wore black most of the time?black button-up shirt, black slacks, shiny black tie. Jake was always clean-shaven and had a metrosexual, chic vibe. Oh, and he wore the most amazing cologne I?d ever smelled. As far as I could tell he was single. He worked late nearly every day, chained to his desk slaving away at budgets or spreadsheets or whatever CEOs do. His glass-walled office was in the center of all of the cubicles so he couldn?t miss the fact that I?d covered my cubicle walls with bright blue-and-yellow fabric or the way my trendy outfits drew stares from the identical drones working around me. Honestly, my cute Halloween costume was intended to test him out, see if he might actually have the hots for me like I did for him.

As I turned the corner and entered his line of vision, Jake glanced up and took in all of it?my short skirt, my exposed tummy, high heels, pigtails? I looked straight at him, smiling confidently, daring him to call me into his office and chastise me for actually having a bit of fun on Halloween. The rest of the office was looking, too, probably hoping he?d fire me on the spot. He just nodded at me and looked back to his computer screen, fighting to control a smile spreading over his face.

When I got to my desk, an instant message popped up. I knew it. I just knew it. This was too easy.

JMcDonald: I see you enjoy celebrating Halloween.

WickedCoolAnna: it?s my duty as in-house creative whirlwind to bring a bit of holiday spirit into the office.

JMcDonald: You could have carved a pumpkin.

WickedCoolAnna: in the office? messy. a costume is more exciting and doesn?t interrupt the all-important Business of Logistical? Logistics.

JMcDonald: I would disagree. I for one am finding it very difficult to continue the Business of Logistical Logistics.

He has a sense of humor! Excellent.

WickedCoolAnna: why is that, mr. mcdonald?

JMcDonald: Your skirt is quite short. Quite, quite short. And your top is completely unacceptable as office wear.

WickedCoolAnna: perhaps I should remove it.

JMcDonald: Perhaps you should.

WickedCoolAnna: i am radically offended at the suggestion that i should take off my shirt.

JMcDonald: And the skirt as well, I?m afraid.

WickedCoolAnna: skirt as well?!!! then, yes, i am radically, radically offended. especially as my underwear is also quite inappropriate.

JMcDonald: An examination might be in order.

WickedCoolAnna: i could just describe it for you. no examination required.

JMcDonald: Examination referred to your performance, not your thong.

WickedCoolAnna: objection: never mentioned it was a thong

JMcDonald: I?ve observed your tendency to allow a thong strap to peer out over the top of your ever-shorter skirts. Therefore, I find it safe to assume that your "inappropriate" underwear might be in the thong family.

WickedCoolAnna: you do keep close tabs on my performance.

Long pause. My IM window told me JMcDonald was typing, then stopping, then typing again, then stopping. He seemed to be unsure of whether to send whatever he was writing. Finally it came through.

JMcDonald: I would like to keep closer tabs on your performance.

Was that a totally awkward way of hitting on me? Might as well move in for the kill.

WickedCoolAnna: well i would be available for a private meeting later????

I held my breath and looked up. Jake was looking at me, too, and our eyes met. Was that too fast? Shit. I should have played that better. I could tell he was wavering. I didn?t know whether he was struggling with the whole employer-employee ethical thing or whether he was trying to figure out a nice way to tell me he wasn?t interested.

WickedCoolAnna: sorry.

WickedCoolAnna: am i fired?

JMcDonald: No.

JMcDonald: Stay after work.

YES! I restrained myself from doing a happy dance and sent back a smiley. The rest of the day dragged by? I didn?t know what Jake wanted from me, but I know what I was hoping for. All of that sexual tension had been killing me and I was dying to see what Jake really thought of me. Maybe he was going to ask me out on a date; maybe he?d just tell me to back off. Or maybe he?d do me on his desk. Who knows.

After a day filled with snide comments and all-out drooling from my male coworkers, six o?clock rolled around and the rest of the office workers gradually filtered out. It wasn?t uncommon for me to stay at my desk late to finish a project or meet a deadline. I did catch a few suspicious looks from the last stragglers, who looked darkly from Jake to me and shook their heads. They could think what they wanted. Honestly, I hoped whatever sick, twisted and totally imaginary situations they were envisioning were about to come true.

Everybody left by 6:45 but I stayed at my desk, pretending to work on the company?s new print campaign. Sketching idly, I tossed a failed design into the trash can next to my desk and glanced up innocently? Jake was watching me. At 6:50, his voice came over the central loudspeaker, startlingly loud in the empty office.

"Anna Stevens, please come to Jake?s office. Anna Stevens."

I looked up and Jake was grinning at me like a little kid, amused by his own joke. I laughed. Standing, I adjusted my skirt and top, letting Jake see me smoothing the plaid pleats and running my hands over the knot of my white top.

I opened the door to his office and stepped inside. "Hi. You called?"

"Yeah. I guess the loudspeaker may have been unnecessary. Are you ready for our meeting?" He got up from behind his desk and walked to the center of the roomy office. Even in the harsh florescent light, he looked gorgeous. He was wearing all black as usual and the subtle, spicy heat of his cologne washed over me as he approached.

I felt a little flutter in my stomach and covered it by saying flippantly, "I?m not sure what we?re meeting for. Is it to chastise me for actually having fun on Halloween, or do you seriously want to talk about my performance?"

He stepped even closer. "Actually, I was? um?"

"What?"

"I was hoping to kiss you. Can I, um? Can I?"

Was he blushing? That?s totally adorable. "I wondered when you?d ask me that." He was standing right in front of me.

"Yes?"

"Yes." He put a hand on my shoulder and used the other one to cradle my chin, bringing his lips to mine. Jake?s mouth was soft and cool against my full lips. His tongue slipped through my lips and bumped into mine, pulsing against it gently. We slowly moved our bodies together and his hands ran over my back, pulling me in as our kiss deepened and became more urgent. Mouths open, tongues kneading, we kissed each other hard. I inhaled his smell and pressed my hips into his, surprising both of us. Jake raised his hands to my long brown hair. His fingers twined at the nape of my neck. Still kissing me, he maneuvered me in a half-circle and started backing me up toward his desk.

When I felt the desk behind me I pulled back from the kiss. "Are you sure this is okay? Anyone could walk in?" I looked around at the glass-walled office with a 360-degree view of the empty building. I was already pretty damned turned-on but I didn?t want to get Jake into something he?d regret. In response, he took my arm and moved me off the desk. My heart sank and I immediately regretted saying anything? Until, with one wide movement, Jake swept papers, staplers, folders and binders off of his desk, leaving it empty except for his laptop. I raised an eyebrow. "Impressive."

"I?ve always wanted to do that. Didn?t think it would be smart to drop my laptop, though." He shut it and moved it carefully to his chair, then whirled around and took my hips in his hand. We returned to kissing ardently as I backed myself up to his huge, now bare desk.

Hopping up on the desk, I scooted myself backward and pulled him down on top of me. He tensed up for a brief moment, surprised at my fast transition from pure kissing to a horizontal position. Now that he was on top of me, I felt the bulge of his dick pressing against my skirt. He was already hard and I moved my legs apart slightly as I kissed him, enjoying the heat of his body against mine.

Jake got over his surprise quickly. He ran a hand down my neck to my chest, squeezing the side of my breast through the thin white fabric, then taking my left arm by the elbow and raising it slowly above my head, keeping his hand on my wrist. I wriggled with pleasure and, encouraged, he used his other hand to raise my right arm as well, holding both of my wrists firmly with his right hand as we made out. Our breathing became more rapid and I thrust my breasts up toward him, enhancing my tantalizingly vulnerable position.

Jake kept my arms above my head and started moving his left hand across my body, raking his fingers over my exposed midriff and down to the pleats of my skirt. Hit by a wave of lust, I turned my head to the side and Jake attacked my neck, nipping and kissing across my jawline as his hand moved around the front of my thigh, tickling it gently. He pushed my skirt up and stroked the front of my white lace g-string. Moving his hand to cup my breasts, he ground his hips against mine and deftly untied my shirt. His mouth found mine as he opened the white fabric, exposing my sexy satin bra.

The schoolgirl skirt had climbed up around my belly button and Jake?s belt dug into the sensitive skin at the top of my g-string. He felt me trying to angle away from him and pulled away enough to unbuckle his belt. He also undid the buttons of his black slacks and slipped them down. Now only my lace g-string and his smooth briefs separated us. Keeping my arms above my head, he unbuttoned his shirt and pressed his smooth, warm chest to mine as our mouths melded hungrily. I spread my legs and wrapped them around his hips tightly. Jake kissed down my neck to my chest and grabbed the bra?s elastic top in his teeth, pulling it down to expose my hard and aching nipples. His lips curled around each breast in turn, sucking, licking and biting gently as I gasped at the changing sensations.

"Jake, I want you to do me," I urged, lust rising as I felt his hardness just above my g-string. Without speaking or ceasing his assault on my nipples, he eased his briefs down and I felt his cock spring out fully erect and slap against my crotch. Jake hooked a finger under the back of my g-string and pulled; the elastic dragged against my skin as I lifted my hips, letting Jake pull the panties down far enough for me to shimmy them all the way off. He did the same with his pants and briefs, leaving us naked except for open shirts and the bra Jake had yanked down past my breasts.

Looking into Jake?s eyes, I felt his cock move across my opening, back and forth in a gentle motion. I knew he was coating his dick in the wetness of my arousal, preparing to fuck me like I?d been dreaming he would for months. I spread my knees wide and pushed myself forward, encouraging him to enter me, burning with passion and leaning up to kiss his lips. He stared at me and smiled slightly. His cock pressed at little way into me; I felt how thick he was. The word "please" shaped on my lips as I looked at him pleadingly, needing to feel the length of his cock.

He entered me inch by excruciating inch. His eyes never left mine. I moaned and tried to free my hands but he held them fast as he tortured me with a slow descent.

Jake?s dick connected with each nerve ending in my pussy in turn, making its way up my wet and throbbing passage. I felt the head of his cock scrap against my walls. Finally, he couldn?t take it anymore and pushed himself all the way into me, hitting the back of my wall and making me cry out in pain. He paused, making sure I was all right, before slowly beginning to thrust in and out of me. He closed his eyes as he fucked me slowly. I saw him enjoying the way my tight, smooth pussy held onto his huge cock, clasping it in a firm embrace. He pulled himself nearly all of the way out of me with every stroke. Pausing a bit at the top, he would thrust smoothly until he buried himself and his pelvic bone ground against my tingling clit.

His dick moved over my g-spot with every stroke and pleasure began washing over me in regular waves. The slow fuck was exactly what I needed to cum like a freight train. I felt it building inside me and whispered, "Yes, Jake? That?s it. Just like that." He slid in and out of me with delicious rhythm and my body became incredibly hot. A warm buzz washed through me and I felt myself clutch wildly at his cock as my orgasm went over the edge. Responding, he quickened his pace and groaned as my tightening pussy massaged his dick. I moaned as I came, my juices coating him as we moved in perfect rhythm.

As my orgasm wound down, Jake put his feet on the ground and picked me up, keeping his cock firmly inside of me. I cried out as he swung me around, spearing me as for a brief moment I sat suspended on his dick. Then my knees found the desk and I was riding him, instantly shifting from controlled to dominant. I leaned back and closed my eyes as I took in the pleasure of the new position. His arms wrapped around and squeezed my ass. I pulled my knees close to his hips to increase my grip on his dick as I alternated between bouncing up and down and dragging my hips in circles, constantly changing angles and tactics so he was bombarded with sensations. He groaned my name softly. I took it as my cue to increase my speed and bounce up and down on his throbbing dick, forcing him deep into me with every push. I leaned forward so my clit connected with his skin every time I fucked him. As I felt him nearing orgasm my pleasure grew and I knew if I concentrated, I would come a second time. I focused on the feeling of his cock pumping in and out of me. I felt every inch of him thrusting deep into my pussy and concentrated on the shooting waves of ecstasy moving through me every time my clit pushed against him.

Losing control, Jake began lifting me and slamming me onto his cock as he thrust upward. I surrendered to my second orgasm just as his dick tightened and loosed its load with warm, wet passion, filling me as my pussy muscles clenched around him. We came hard. I rode him until we both collapsed, spent, exhausted and shaking with the force of our orgasms.

His cock still inside of me, I let my heart rate slow as I smiled at Jake. He grinned back. He looked unbelievably hot, shirt open, pants off, sitting on his bare desk surrounded by an ocean of papers and spilled folders. Especially from my vantage point, sitting on his spent cock with my shirt open and my underwear somewhere on the floor. I knew as I looked at him that this wouldn?t be the last time we?d have sex on that desk.

Minutes later, fully clothed and somewhat cleaned up, Jake and I walked out of his office. I stopped by my cubicle to grab my purse and caught my breath. My trash basket was empty. That meant--

"Jake, the janitor was in the office while? Yeah. He must have, um, seen."

Jake was standing in front of my computer. Wordlessly, he reached out and peeled a Post-It off of my monitor. On it was a crooked smiley face and the words Happy Halloween, Jake and Anna.

I cringed. "Oops." Jake was laughing silently. He took my shoulders and kissed me.

"I don?t think we have anything to worry about. Todd?s a buddy of mine. I?m sure he was just glad I finally made my move with you." Pleased, I kissed him back and picked up my portfolio before heading out the door.

Circle Logistics was suddenly a lot more interesting. "Happy Halloween, Jake," I said as we parted ways on the sidewalk.


Your Ad Here

He smiled in return. "I was right about the thong."

"It was a g-string, actually."

"There?s a difference?"

"Of course there's a difference."

"Really. I?m not sure I?m clear on that concept? Maybe we need another meeting tomorrow?"

"Absolutely."

"Excellent."

I love my job.

Bisnis Luar Biasa====> http://www.dt88-network.info

READ MORE - Naughty Schoolgirl

Istri Majikan

Ceritanya, hanya persoalan sepele yaitu orang tuaku menghendaki agar aku tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tapi aku tetap ngotot untuk mendaftar pada salah satu perguruan tinggi di Makassar. Karena tidak didukung orang tua, aku terpaksa meminjam uang dari tetangga sebesar Rp.10.000,- buat ongkos mobil ke Makassar dan sisanya buat jajan. Karena aku tidak punya kenalan di Kota Makassar, maka aku terpaksa bermalam di terminal bus sambil mencari kenalan agar aku bisa mendapatkan kerja secepatnya. Kerja apa saja asal halal.

Malam itu aku diantar ke salah satu rumah besar yang beralamat di Jl. SA.Aku gemetaran dan nampak kampungan ketika memasuki rumah yang serba mewah itu. Kalau tidak salah, ada 7 buah mobil truk dan dua mobil sedang serta 3 mobil kijang pick up di parkir di depannya. Seorang pembantu laki-laki setengah baya mempersilahkanku masuk duduk di ruang tamu. Tidak lama kemudian seorang gadis entah pembantu atau keluarga si pengusaha itu sedang membawa 3 cangkir kopi beserta kue kering. Kue seperti itu rasanya seringkali saya makan di kampungku.


Setelah kami duduk kurang lebih 2 menit di ruang tamu, tiba-tiba:
"Iyana eddi muaseng elo makkulliah na de' gaga ongkosona?(Ini orangnya yang kamu maksud mau kuliah tapi tidak punya biaya?)" tanya seseorang yang baru saja keluar dari kamarnya dengan perawakan tinggi besar, perut gendut dengan warna kulit agak hitam. Ia gunakan bahasa Bugis mirip bahasa yang sehari-hari kugunakan di kampungku.


"Iye' puang. Iyana eddi utihirakki (Yah betul. Inilah orangnya yang saya antar)" jawab si sopir yang mengantarku itu. Selama di rumah itu, kami bercakap dengan memakai bahasa daerah Bugis. Namun, untuk memudahkan dan memperjelas kisahku ini, sebaiknya kugunakan bahasa Indonesia saja tanpa mengurangi makna percakapan kami, apalagi bahasa percakapan kami adalah campuran bahasa Indonesia dan Bugis.


"Oh yah, masuk saja dulu makan nak, siapa tahu temanmu itu belum makan malam" katanya pada si sopir itu sambil mempersilahkan kami masuk ke ruang dapur.


"Ayo Nis, kita sama-sama makan dulu baru ngobrol lagi" ajakan si sopir itu seolah ia sudah terbiasa di rumah itu.


"Yah..terima kasih pa'. Rasanya aku masih kenyang" kataku pura-pura kenyang meskipun sebenarnya aku sangat lapar karena belum makan malam.


"Ayolah...masuklah...jangan malu-malu. Tidak ada siapa-siapa di rumah ini.


Biar sedikit saja di makan" kata sopir bersama dengan si pemilik rumah itu sambil ia berdiri menuntunku masuk ke ruang makan. Ternyata di atas meja telah tersedia makanan lengkap seolah meja itu tidak pernah kosong dari makanan.


Setelah kami duduk di depan meja makan, aku menoleh kiri kanan dalam ruanga itu dan sempat kulihat 3 orang perempuan di rumah itu. Seorang di antaranya sedang cuci piring. Ia sudah cukup tua, yang jika ditaksir usianya sekitar 50 tahun ke atas. Sedang yang satunya lagi sedang berbaring di atas salah satu tempat tidur sambil membaca koran. Bila ditaksir usianya antara 30 sampai 40 tahun. Namun seorang wanita lagi sedang asyik nonton TV sambil bersandar pada rosban tempat wanita berbaring sambil baca koran tadi. Ia nampak masih muda. Jika ditaksir usianya sekitar 17 sampai 25 tahun. Nampaknya ia masih gadis.


Selama kami menyantap makanan di atas meja itu, kami tidak pernah bicara sama sekali. Namun aku merasa diperhatikan sejak tadi oleh wanita setenga baya yang sedang baca koran itu. Ia sesekali mengintip aku sambil memegang korannya. Lebih aneh lagi, setiap kami beradu pandangan, wanita itu melempar senyum manis. Aku sama sekali tidak mengerti maksudnya, tapi aku tetap membalas dengan senyuman tanpa diperhatikan oleh si sopir teman makanku itu. Kalau bukan karena si sopir itu berhenti duluan makan, aku tidak bakal berhenti makan dan aku semakin betah duduk berlama-lama di kursi makan itu berkat lemparan senyum si wanita setengah baya itu.


Setelah kami duduk kembali bersama dengan si sopir itu di ruang tamu,laki-laki berperawakan besar tadi kembali duduk di depanku dan berkata "Kamu dari daerah mana dan dimana orang tuamu nak?" tanyalaki-laki itu


"Dari Bone pa'. Orang tuaku tinggal di kampung" jawabku.


"Kamu tinggal di Kota Bone atau desanya?" tanyanya lagi serius.


"Di kampung jauh dari kota pa'" jawabku lagi.


"Saya sudah dengar permasalahanmu dari sopir ini. Kalau kamu mau tinggal sama kami, aku siap membiayai kuliahmu jika kamu lulus nanti"


"Terima kasih banyak pa' atas budi baik bapak. Aku bersyukur sekali bisa bertemu dengan bapak" kataku dengan penuh kesopanan.


"Kebetulan sekali kami juga asli Bugis tapi Bugis Sinjai. Bahkan istri pertamaku tinggal di Kota Sinjai" lanjutnya terus terang.


"Yah kalau begitu, aku sangat beruntung pergi ke Makassar ini" kataku.


Setelah kurang lebih 3 jam kami ngobrol, laki-laki itu menyuruh kami masuk ke salah satu kamar depan untuk istirahat. Tapi si Sopir temanku itu malah minta pamit dengan alasan pagi-pagi mau cari penumpang. Aku mengerti dan laki-laki tadi yang belakangan kuketahui kalau ia adalah majikanku dan kepala rumah tangga dalam keluarga itu, mengizinkan si sopir adi pulang ke terminal. Sebelum majikanku itu berangkat untuk mengurus usahanya pada esok harinya, sambil menyantap hidangan pagi bersama istrinya yang kemarin kulihat baca koran dan anak satu-satunya di rumah itu yang kemarin nonton TV di ruang makan, ia memperkenalkan seluruh anggota keluarga dan pembantunya di rumah itu, termasuk sopirnya. Setelah itu ia tunjukkan kamar tidurku dan jelaskan kerjaku sehari-hari di rumah itu. Aku diminta menjaga rumah dan membantu istri keduanya ketika ia sedang pergi ke luar kota mengurus perusahaannya.


Aku senang sekali mendengar pekerjaan yang dibebankan padaku, apalagi membantu istrinya yang kuyakini cukup ramah dan bijaksana. Sejak hari pertama aku sudah cukup akrab dengan anggota keluarga di rumah itu dan aku mengerjakan seluruh pekerjaan di rumah itu, termasuk mencuci, memasak dan menyapu sebagaimana layaknya keluarga atau pembantu umum di rumah itu.


Sikap kami berjalan biasa-biasa saja tanpa ada keanehan hingga hari kedua belas. Namun pada hari ketiga belas, pikiranku mulai terganggu ketika majikan laki-lakiku menyampaikan bahwa ia akan pergi ke Sinjai untuk membeli gabah dan beras untuk beberapa hari. Aku yakin kalau pergaulanku dengan istri keduanya itu bisa tambah dekat, sebab akhir-akhir ini istrinya itu sering minta aku membersihkan tempat tidurnya dan berpakaian yang sedikit kurang sopan di depanku saat suaminya keluar rumah. Aku justru sangat gembira mendengarnya.


Setelah majikan laki-lakiku itu berangkat bersama sopir pribadinya sekitar pukul 9.00 pagi, aku kembali melaksanakan tugas hari-hariku seperti hari-hari sebelumnya yakni mencuci pakaian, piring dan menyapu tempat tidur majikanku. Pembantu rumah itu sedang menyapu di halaman belakang, sementara anak gadis satu-satunya itu sedang ke sekolah.


"Nis, bisa ngga kamu membantu aku seperti suamiku membantuku setiap malam?" tanya istri keduanya itu ketika aku sedang membersihkan tempat tidurnya. Aku sangat kaget dan bingung atas permintaannya itu.


Aku tidak segera menjawab karena aku tidak tahu maksudnya dengan jelas.


"Membantu bagaimana yang ibu maksud?" tanyaku penuh ketakutan.


"Memijit kepala dan punggungku sebelum aku tidur, karena mataku tak bisa tertidur sebelum dipijit" katanya sambil sedikit senyum.


"Kalau soal pijit memijit, kurasa sangat mudah bu'. Aku bisa, tapi..tapiii aaapa bapak tidak marah nanti kalai ia tahu bu?" tanyaku terbata-bata kalau-kalau ia hanya memancingku.


"Ngga bakal marah kok. Kan kamu sudah jadi kepercayaannya. Lagi pula kamu diberi tugas menjaga aku selama ia belum pulang" katanya lagi.


Setelah kusetujui permintaannya, ia lalu keluar dan duduk baca koran di ruang tamu, sedang aku ke halan depan untuk menyapu, lalu istirahat di kamar tidurku. Setelah makan malam, aku bersama pembantu nonton TV di ruang makan, sedang ibu majikanku dan anak gadisnya nonton TV di kamarnya masing-masing. Setelah siaran berita yang kami tonton habis, pembantu itu pergi tidur di kamarnya yang berdekatan dengan ruang dapur.


Sedangkan anak gadis majikanku masih terlihat belajar di kamarnya dengan pintu kamar yang terbuka lebar. Aku kembali teringat dengan perintah ibu majikanku tadi pagi. Aku bertanya-tanya dalam hati kapan perintah itu harus kulaksanakan, karena ibu tidak menjelaskan jam berapa dan di mana. Di ruang makan, atau ruang tamu ata di kamar tidurnya. Aku tunggu saja perintahnya lebih lanjut.


Setelah terdengar pintu kamar anak gadis majikanku itu tertutup dan terkunci rapat sebagai tanda ia sudah mau tidur, maka terdengar pula pintu kamar majikanku terbuka pertanda ia mau keluar dari kamarnya. Aku pura-pura tidak memperhatikannya. Namun tiba-tiba ibu majikanku
itu duduk tidak jauh di sampingku sambil nonton TV bersamaku.


"Nis,, sudah lupa yach permintaanku tadi pagi?" tanyanya setengah berbisik yang membuat aku kaget dan gemetar.


"Ti..tiiidak bu'. Mmmaaaaf bu', aku hampir lupa" jawabku ketakutan.


"Kalau begitu ayolah. Tunggu apa lagi. Khan sudah larut malam"ajaknya


"Ta..tapi di mana bu'?" tanyaku singkat.


"Tentu di kamarku donk. Tidak mungkin di sini atau di kamarmu" jawabnya


Aku sebenarnya sangat takut kalau ada orang lain yang mencurigai aku. Tapi karena ini adalah perintah majikan, lagi pula semua orang di rumah itu pada tidur, maka apapun resikonya aku harus jalankan. Ibu majikanku berjalan dengan pelan seolah takut pula diketahui orang lain dan ia menuju kamar tidurnya, sementara aku ikut di belakangnya dengan pelan dan hati-hati pula. Setelah masuk kamar, ia lalu menutup dan mengunci pintunya dengan rapat. Lalu ia membuka daster yang dipakainya dan terus telungkup tanpa memakai baju, melainkan hanya BH dan celana tipis yang agak pendek di badannya.


"Ayo Nis, silahkan dipijit kepala dan leherku bagian belakang lalu punggungku" pintanya seolah tak sabar menunggu lagi. Aku segera duduk di pinggir tempat tidurnya, lalu secara pelan dan hati-hati menyentuh kepalanya bagian belakang, terus turun ke leher belakangnya.


Setelah aku mencoba menekan dan mengeraskan sedikit pijitanku, ibu majikanku itu tiba-tiba bersuara dengan nada sedikit agak tinggi:


"Wah..kenapa tidak pakai minyak gosok Nis. Ambil di kolom rosban?"


"Yah..yah..maaf bu'. Aku tidak melihatnya tadi" kataku dengan suara agak tinggi pula.


"Jangan terlalu besar suaranya Nis, nanti kedengaran orang" kata ibu.


Setelah ibu majikanku melarangku bersuara agak keras, ia lalu berbisik "Punggungku juga Nis, biar aku bisa tidur nyenyak". Menyentuh kepala dan rambut serta lehernya saja, aku sudah cukup terangsang dibuatnya. Apalagi memijit kulit punggugnya yang setengah telanjang itu. Tapi karena itu adalah perintah majikan, maka aku segera laksanakan.


Ketika aku menurunkan kedua tanganku dan menggosok-gosok punggungnya,terasa hangat sekali. Kulit tubuhnya sangat putih dan halus. Sesekali aku meletakkan tanganku di bawah ketiaknya dan di pinggir BH warna abu-abu yang dikenakannya. Kedua tanganku semakin lengket dan lambat gerakannya ketika ujung jariku sedikit menyelusup di balik pengikat BH dan
pinggir atas celananya. Bahkan sempat tanganku tidak bergerak sejenak ketika konsentrasiku mulai mengarah ke balik pakaiannya itu.


"Nis, kenapa diam. Ada apa, sehingga kamu tidak menggerakkan tanganmu itu?" tanyanya sambil bergerak dan sedikit berbalik, sehingga aku sempat melihat sebahagian daging empuk yang ada di balik BH-nya itu.


"Ti..tidak apa-apa bu'. Hanya takut?" jawabku dengan nafas terputus.


"Takut sama siapa?. Khan tidak ada orang lain di sini, capek yaah?"


Setelah berkata begitu, ibu majikanku tiba-tiba berbalik arah sehingga ia terlentang di depanku. Terpaksa kedua tanganku menyentuh tonjolan BH-nya tanpa sengaja. Ia hanya sedikit tersenyum dan berkata:


"Tidak keberatan khan jika kamu juga mengurut perutku, biar tubuhku lebih segar lagi. Ayolah Nis..." katanya sambil meraih kedua tanganku dan meletakkannya di atas pusarnya.


Jantungku terasa hampir copot ketika ibu majikanku itu mengangkat BH-nya sehingga bukit kembarnya nampak jelas menantang di bawah kedua batang hidungku. Aku tak mampu bersuara dan mengatur nafas, bahkan aku sedikit malu menatapnya, tapi:


"Jangan takut dan malu Nis. Ini adalah rezkimu, kesempatanmu dan kamu pasti menginginkannya" katanya ketika aku mulai agak menghindar.


"Bbba..bagaimana ini bu'. Kek..kenapa bisa bbbbegggini?" tanyaku penuh ketakutan dan nafasku sulit lagi kuatur.


>> Bersamsbung.........

READ MORE - Istri Majikan

Sunday, March 20, 2011

Bercinta dgn Guruku



Pengalaman ini terjadi ketika aku kelas 3 SMA, aku memang berasal dari keturunan yang sangat disiplin dalam segala sesuatu. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara dan semuanya perempuan, namun kata orang sih aku yang paling cantik dan menurut orang-orang wajahku agak mirip Desy Ratnasari. Papa dan Mama cenderung orangnya keras dalam mendidik anak-anaknya bahkan boleh dibilang Papa itu orangnya tidak pernah menunjukkan pujian kepada anak-anaknya, jadi alhasil sampai saat ini aku tidak pernah merasakan belaian kasih sayang seorang ayah layaknya.

Saking kerasnya didikan orang tua kami, mereka menyekolahkan semua anaknya di sekolah favorit termasuk aku dan tidak mengijinkan anak-anaknya untuk pacaran sebelum lulus SMA dan waktu itu aku terpaksa menurut walaupun dalam hati kecilku aku berontak karena di sekolah banyak sekali cowok keren yang cukup menarik perhatianku dan cukup banyak pula cowok yang mendekatiku lantaran wajahku yang lumayan. Namun semuanya terpaksa aku tolak dan hasratkupun aku pendam dalam-dalam demi menyenangkan kedua orang tuaku.

Terus terang saat aku sendiri aku sering membayangkan bisa merasakan nikmatnya berciuman dan juga ingin merasakan ada tangan yang membelai rambutku, menjilati sekujur tubuhku (seperti yang aku lihat di blue film ketika aku SMP), juga ingin merasakan ada penis ukuran besar memasuki vaginaku, sehingga akupun sering bermasturbasi di kamarku.

Suatu hari di sekolah (entah kapan persisnya), saat di kelasku ada pelajaran Tata Negara yang menurutku cukup membosankan, namun aku suka pelajaran itu karena Bapak Gunawan yang mengajar kunilai cukup simpatik dan tampan walaupun usianya pantas menjadi bapakku. Beliau usianya mendekati 45 tahun, selalu bercukur, agak gemuk dan aku suka memperhatikan rambut di dadanya yang agak tersembul saat dia mengajar. Saat itu aku memperhatikan penampilannya agak lain dari biasanya, beliau saat itu mengenakan pakaian batik berwarna biru gelap dipadu dengan celana panjang berwarna agak hitam. Aku sangat terpesona sehingga aku membayangkan dapat bercinta dengannya, dan tak kusadari vaginaku telah basah.

"Vina!", tegurnya melihatku tidak konsentrasi.

"Eh.. i.. iya Pak", sahutku sekenanya.

"Tolong perhatikan", timpalnya.

"Baik Pak" jawabku.

Sialan makiku dalam hati apes banget aku apalagi ditambah dengan ledakan tawa seisi kelas yang membuatku sangat kesal. Akhirnya kuikuti terus pelajaran dengan hati tidak menentu.

Seusai sekolah, aku langsung berlari menuju mobilku yang kubawa sendiri dan kuparkir dekat halaman sekolah, aku berniat langsung pulang mengerjakan PR-ku yang seabreg. Namun sesuatu menghambat niatku saat aku melihat Bpk. Gunawan sedang menunggu kendaraan umum di dekat sekolah, langsung kuhampiri dia dan kubuka kaca jendela mobilku.

"Pak!", tegurku.

"Eh, Vina", sahutnya.

"Pulang ke arah mana, Pak?", tanyaku.

"Kebayoran Baru", jawabnya.

"Wah, searah dong", timpalku.

"Ikut sekalian Pak", kataku sambil membuka pintu mobil dari dalam.

"Enggak merepotkan?", tanyanya.

"Tidak apa-apa", jawabku.

"Baiklah", jawabnya seraya naik ke mobilku.


Sepanjang perjalanan kami banyak berbicara tentang banyak hal, dan ternyata beliau cukup menyenangkan, ternyata beliau memperhatikanku cukup lama ini kuperhatikan lewat ekor mataku sesekali, dan tiba-tiba dia menyentuh tanganku.

"Maaf", katanya.

"Tidak apa-apa kok Pak", sahutku, aku senang juga dalam hati.

Lalu secara tidak sengaja kulirik dia dan astaga!, ternyata celana bagian depannya ada tonjolan.


Ketika sampai di rumahnya, dia menawarkan masuk dan langsung kusetujui. Rumahnya cukup sederhana namun rapi, sesudah aku masuk beliau bercerita tentang dirinya lebih banyak bahwa dia sampai saat ini masih belum menikah, mendengar ceritanya aku semakin simpatik dan semakin membayangkan bisa bercinta dengannya. Akhirnya kami saling berpandangan tanpa berkata apapun, dan tangan beliau secara spontan membelai rambutku, lalu perlahan dia menciumku, "Oooh nikmat rasanya", dan segera kubalas ciumannya dengan hangat. Ternyata beliau bisa membaca situasi dan langsung tangannya menggerayangi sekujur tubuhku sehingga membuatku menggelinjang kenikmatan.


Selang beberapa lama, dia menuntunku masuk kamarnya dan aku menurut saja, ketika kami masuk ke kamar dia langsung mengunci pintunya dan memulai kembali aksinya, dengan napasnya yang memburu dia menciumiku dan tentu saja kubalas kembali dengan tak kalah memburunya. Perlahan-lahan dia melepaskan baju seragam sekolahku, dan rokku. Praktis kini hanya behaku dan celana dalamku yang tinggal.


"Kamu cantik sekali, Vin", katanya

aku hanya tersenyum mendengarnya karena aku ingin dia berbuat lebih dari itu, dan diapun ternyata memahaminya, dengan cepat dia melucuti beha dan celana dalamku sehingga aku telanjang bulat di depannya. Lalu gantian dia yang melepaskan seluruh bajunya. Saat semua bajunya terlepas, aku agak sedikit memekik melihat penisnya yang telah tegang dan besarnya sekitar 24 cm dengan diameter kira-kira 4 cm, namun aku juga kagum melihatnya. Tanpa basa-basi dia langsung menidurkanku di tempat tidur dan membuka kakiku lebar-lebar sehingga kewanitaanku dapat terlihat jelas olehnya, kemudian dengan tidak membuang waktu lagi dia mulai membenamkan kepalanya disana dan mulai mempermainkan lidahnya sehingga aku menjerit-jerit kecil menahan kenikmatan.


"Ehm.. ahh.. ahh..",
hanya itu yang bisa kuucapkan, sampai beberapa waktu lamanya aku merasakan puncak kenikmatan dan menjerit-jerit,
"Oh.. ahh.. aaah.. Pak.. ohh.. nikmat.. ooooh.."


Dan spontan aku menjambak rambutnya tanpa mempedulikan lagi status antara kami.

Lalu dia bangkit dan secara cepat penisnya sudah ada di depan mukaku, aku paham maksudnya langsung kujilati penisnya perlahan-lahan kumainkan dengan lidahku dan aku dapat mendengar rintihannya menahan nikmat. Lalu kumasukkan penisnya ke dalam mulutku, sudah kuduga aku tak dapat melahap seluruhnya, hanya setengahnya yang masuk ke mulutku. Kulakukan gerakan maju mundur dengan kepalaku membuatnya semakin merintih kenikmatan. Harus kuakui aku juga menikmati permainan ini apalagi saat kurasakan penisnya berdenyut dalam mulutku, rasanya tak ingin kuakhiri permainan ini.


Tiba-tiba dia menarikku ke atas dan langsung dia menidurkanku kembali, kakiku kembali dibuka lebar-lebar dan dia mempermaikan klitku dengan penisnya yang membuatku semakin tak karuan sehingga tak berapa lama aku kembali mencapai puncak kenikmatan dan cairan kewanitaanku membasahi penisnya. Lalu tiba-tiba dengan satu gerakan cepat dia memasukkan penisnya ke dalam vaginaku, aku langsung menjerit karena vaginaku masih sempit dan aku masih perawan, sehingga kurasakan agak sedikit perih. Namun rupanya beliau telah tahu keadaanku sehingga dia diam sebentar agar aku dapat menguasai diri.

Setelah aku dapat menguasai diri beliau langsung menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan dan makin lama makin cepat sehingga tubuhku terguncang-guncang. Setelah kira-kira 2 jam kami berpacu dalam birahi, aku merasakan orgasme kurang lebih sebanyak 5 kali sampai terakhir kurasakan beliau ingin mencapai puncak dia mengejang dan menjerit tertahan lalu kurasakan cairan hangat menyemprot dinding vaginaku.

Setelah semuanya selesai, aku pun berpamitan dengannya dan berjanji untuk melakukannya kembali malam minggu nanti.


Bersambung .................


READ MORE - Bercinta dgn Guruku

Gadis Pemijat 4

Posted by solusisehat | 8:44 AM | Gadis Pemijat, Kolam Renang Agak lama kami ber-French Kiss ria, perlahan ia mulai menurunkan kepalanya dan ganti memangsa leherku, "Aahhh... geli sayang," kataku. Rupanya debar jantungku yang menggelegar tak dirasakan olehnya. ia langsung mendorongku ke tembok, dan ia pun menciumi dadaku yang bidang dan berbulu tipis itu.

"Wah... dadamu seksi yah..." katanya bernafsu. Menjulurlah lidahnya menjilati dadaku "Slurrppp..." jilatan yang cepat dan teratur tersebut tak kuasa menahan adikku kecil yang agak menyembul keluar di balik celana renangku.

Jilatannya semakin lama semakin turun dan akhirnya sampai ke pusarku. Tangan pacarku kemudian merabai batang kemaluanku yang sudah keras sekali. Aku pun sangat bernafsu sekali karena mengingatkanku pada gadis panti pijat yang merabai lembut kemaluanku.

"Ahhh.. Sayang..." desahku tertahan.

Dengan cekatan ia memelorotkan celana renangku yang baru saja kupakai, alhasil batanganku yang keras dan panjang pun mendongak gagah di depan mukanya.

"Ihh... gila punyamu Sayang..." katanya.
"Ema... hisap dong Sayang!" pintaku.

Ia agak ragu melakukan itu, maklum ia masih virgin sih. Ia belum menuruti permintaanku, ia hanya mengocok pelan namun gerakan kocokannya pun masih kaku, sangat berbeda dengan gadis pemijat tempo hari.

"Ssshhh... uahhh..." aku pun mendesah panjang menahan kenikmatanku.
"Sss... sayang hisap dong!"

Aku pun menarik kepalanya dan mendekatkan bibirnya yang mungil ke kepala kemaluanku, sekali lagi ia agak ragu membuka mulut.

"Aah... nggak mau Say, mana muat di mulutku..." jawabnya ragu.
"Egh... tenang saja sayang, pelan-pelan lah,"

Dia agaknya memahami gejolakku yang tak tertahan. Akhirnya ia memegang batanganku dan menjulurkan lidahnya yang mungil menjilati kepala kemaluanku.

"Slurpp... slurpp..." sejuk rasanya.
"Mmhhh... ahh, nah begitu Sayang... ayo teruss... ahh ssshh, buka mulutmu sayang."

Ia masih saja menjilati kepala dan leher kemaluanku yang mengacung menantang langit, lama-lama ia pandai juga menyenangkan lelaki, jilatannya semakin berani dan menjalar ke kantong semarku.

"Ih... bau nih sayang.. tadi nggak mandi ya?" katanya menggoda ketika menjilati buah zakarku yang ditumbuhi bulu-bulu halus, aku memang merawat khusus adikku yang satu ini.

"Ihh.. nggak lah sayang, kan yang penting nikmat," kataku tertahan.

Mulut mungil Ema perlahan membuka, aku pun membimbing batang kemluanku masuk ke mulutnya. "Mmhh.. eghh..." terdengar suara itu dari mulut Ema ketika batangku masuk, tampaknya ia menikmatinya. Ia pun mulai menghisapnya dengan bernafsu.

"Slerpp.. cep.."
"Ahhh... mmmm.. oohhh..." desahku penuh kenikmatan.
"Mmmhh... sayang, nikmatttt sekali..." gumamku tidak jelas.

Setelah agak lama, aku pun menarik kemaluanku dari mulut Ema. Segera kubopong tubuhnya ke bangku panjang di dalam ruang ganti. Kurebahkan badannya yang lencir dan montok di sana, dengan keadaan pusakaku yang masih mengacung, kupelorotkan celana jins Ema dengan penuh nafsu, "Syuutt..." dan tak lupa CD-nya. Ia pun tampaknya pasrah dan menikmatinya karena tangannya merabai sendiri puting susunya.


Kemudian tampaklah lubang kemaluannya yang merah dan basah, aku pun segera mendekatkan kepalaku dan... "Slurp," lidahku kujulurkan ke klitorisnya.

"Hemmm... slurp..."
"Aachhh... uhhh!" desahnya panjang menahan kenikmatan yang dirasakan tarian lidahku di kemaluannya yang sangat lincah, makanya Ema mati keenakan dibuatnya.

"Sssh... sshhss..." desisnya bagaikan ular kobra.
"Andraaa... aku nggak tahan lagiii..." ia menggeliat tak karuan.
"Akuuu... nyampai nihhh..."

Jilatanku semakin kupercepat dan kutambah ciuman mesra ke bibir kemaluannya yang harum, "Cup... cupp," kelihatannya ia hampir mencapai puncak karena kemaluannya memerah dan banjir.

"Sshh... aahh... oohhh Yaangg... aku keluarrr..." erangnya menahan kenikmatan yang luar biasa.

Benar juga cairan kemaluannya membanjir menebar bau yang khas. Hemm enak, aku masih saja menjilatinya dengan penuh nafsu.

"Aduhhh... hhh... Sayang, aku udah nihh..." katanya lemas.
"Ma, aku masih konak nih..." kataku meminta.

Langsung saja tanganku ditariknya dan mendudukkanku di atas perutnya, batang kemaluanku yang masih tegang menantang belum mendapat jatahnya. Langsung saja Ema mengambil lotion "Tabir Surya" dan mengolesinya ke batang kemaluanku dan ke dadanya yang montok, dan ia segera mengapitkan kedua gunung geulis-nya agar merapat. Ia mengambil lagi lotion itu, dan mengusapkan ke kemaluanku,

"Ahhhh..." aku pun hanya merem-melek. Kemudian ia menarik batang kemaluanku di antara jepitan gunung kembarnya. Wahh... nikmat juga rasanya, aku pun memaju-mundurkan pantatku layaknya orang yang sedang bersetubuh.

"Bagaimana rasanya sayang..." tanyanya manja dan memandangku sinis.
"Aahhh... mmmm... ssss nikmat sayang..." ia pun tertawa kecil.

Ia merapatkan lagi gunungnya sehingga rasanya semakin nikmat saja.

"Uuahhh... nikkmattt sayangg...!" erangku.

Ia hanya tersenyum melihat mukaku yang merah dan terengah menahan nikmat.

"Rasain... habis kamu nakal sih..." katanya.
"Tapi lebih... nikmat memekmu sayang."
"Hush..." katanya.

Gerakanku semakin cepat, aku ingin segera mencapai puncak yang nikmat.

"Uuhhh... uhhh... mmm... arghh..." erangku tertahan.

Tak lama aku merasa hampir keluar.

"Sayy... aku hampir nyampe nihh..." desahku.
"Keluarin aja Ndra... pasti nikmatt..."

Tak lama batang kemaluanku berdenyut dan...

"Crottt... crutt..."
"Uuahhh... hemmm... ssshh!" nikmat sekali rasanya.

Spermaku memancar dengan deras dan banyak.

"Ooohh..." gumamku.

Spermaku memancar membasahi leher Ema yang jenjang dan mengena juga janggut dan bibirnya.

"Ihhh... baunya aneh ya.."

Ia mencoba membersihkan cairan kental itu dengan tangannya, aku pun turun dari atas tubuhnya. "Aahhh... nikmat Sayang..." tapi dalam hatiku aku belum puas jika belum menjebol liang kemaluan Ema. Ema pun segera membersihkan maniku yang belepotan.

"Iihhh... kok kayak gini sih?" tanyanya penuh selidik.
"Itu namanya cairan kenikmatan sayang..." jawabku enteng.
"Ooo..." katanya pura-pura tahu.
"Habis bercinta enaknya berenang yuk?" ajaknya.
"OK," kataku.

(Bersambung.......)

............ Ia berenang mendekat ke arahku, aku pun masuk ke air, aku langsung memeluknya dan mencium bibirnya dengan ganas. "Kamu membuatku nggak tahan sayang..." kataku.

Bisnis Luar Biasa====> http://www.dt88-network.info

READ MORE - Gadis Pemijat 4

Masturbasi Pertamaku

Nama asli saya bukan Vita, tetapi karena Arthur sudah memakai nick name itu untuk saya, ya saya tetap pakai nama Vita saja. Tinggi saya 168 cm, putih, rambut sebahu, dan sejak SMP orang-orang bilang saya mirip sekali dengan peragawati Donna Harun. Awalnya saya bangga dibilang begitu karena mirip peragawati tetapi lama kelamaan saya menjadi segan.

Pernah bulan lalu, mungkin karena saking miripnya dengan si Donna, seorang wartawan Infotainment melihat saya sedang Jalan-jalan di Plaza Senayan dan ia langsung menghampiri saya dan menanyakan sesuatu tentang fashion. Saya awalnya terheran-heran tetapi langsung saya bilang, “Salah orang, Mas!” hehehe..

*****

Saya suka sekali masturbasi. Sejak SMP gairah seks saya tinggi sekali. Tetapi saya bisa meredam gejolak seks saya. Saya dibesarkan di lingkungan keluarga yang taat beragama. Pertama kali masturbasi terjadi ketika saya sudah lulus SMP. Waktu itu saya dan teman-teman (laki dan perempuan) sedang nongkrong di rumah teman setelah seharian mengurus STTB.

Si Harry datang dan membawa sebuah kaset video porno dan langsung menyetel film itu di rumah temanku. Kami semua langsung menonton. Saya sendiri baru pertama kali menonton film porno dan ada perasaan jijik dan bergairah. Setelah selesai menonton film, kami pun pulang ke rumah. Karena saya membawa mobil sendiri, saya mengantar Harry dan 3 orang teman ke halte bis terdekat.

Setiba di rumah, saya memarkir mobil di garasi lalu sebelum keluar dari mobil perhatian saya tertuju pada kaset video yang tergeletak di jok mobil bagian belakang. Rupanya kaset itu terjatuh dari tas Harry. Segera saya masukkan video itu ke tas saya lalu saya langsung masuk kamar. Saat itu sudah jam 21:30, kedua orang tuaku sudah tidur.

Saya bergegas mandi lalu mengganti baju. Setelah itu dengan deg-degan, saya memutar film porno itu di kamar saya karena kebetulan saya punya TV dan video player sendiri. Dengan penuh minat, saya perhatikan adegan-adegan ML, saya perhatikan bentuk kelamin pria dan wanita. Saya bisa lebih santai melihatnya dibandingkan tadi sore karena malu apabila terlihat terlalu serius.

Ada satu adegan dimana si wanita sedang rebahan di tempat tidur dalam keadaan telanjang. Si wanita memainkan jarinya di selangkangan dan payudaranya sambil mendesah dengan penuh nikmat. Saya menjadi penasaran untuk mencoba. Saya selipkan tangan kananku ke dalam celana dalamku lalu meraba vagina. Saya tidak merasakan kenikmatan. Kemudian saya perhatikan si wanita itu membuka bibir vaginanya. Saya lalu mencoba membuka bibir vaginaku dengan jari telunjuk dan jari tengah lalu tangan kiriku mulai mengusap vaginaku. Sontak tubuhku langsung seperti disetrum.

Saya merasakan sebuah kenikmatan yang luar biasa. Saya mencoba memainkan klitoris. Saya elus, putar dan pilin. Oh nikmatnya! Nafas saya mulai mendesah-desah kenikmatan seperti si wanita itu. Akhirnya saya langsung membuka semua bajuku dan tidur telanjang bulat di tempat tidur. Kembali tangan kananku memainkan klitoris sedangkan tangan kiriku meremas-remas payudaraku yang saat itu berukuran 34A. Rasanya seperti mengawang di surga. Nikmatnya tiada tara.

Saya mulai mempercepat gerakan jariku di klitoris, semakin cepat hingga akhirnya tubuhku seperti kembali disengat listrik. Tubuhku mengejang. Ada rasa lega yang tidak bisa saya lukiskan. Vagina dan selangkanganku basah dengan cairan. Saya merasakan si wanita di film itu juga merasakan hal yang sama dengan saya. Si wanita itu menjilat jarinya yang basah oleh cairan dari vaginanya. Saya mencoba menjilat jariku, rasanya sedikit asin. Setelah masturbasi pertama itu, saya tertidur dengan nyenyak. Sekitar jam 3 pagi, saya terbangun dan kembali hasrat seks saya bangkit kembali dan saya kembali bermasturbasi.

Semenjak itu, saya senang sekali bermasturbasi hingga saya pertama kali ML seperti yang sudah diceritakan dalam “Arthur: Vita & Seks Pertama”. Umumnya saya masturbasi hanya dengan tangan. Saya mencoba memakai ketimun tetapi kurang bisa saya nikmati karena terasa aneh di vaginaku.

Pada waktu saya kelas 1 SMA di tahun 1990, ada sebuah long weekend karena ada hari libur nasional yang jatuh pada hari Sabtu. Orang tua saya meminta saya untuk menemani mereka ke Singapore untuk check up. Akhirnya berangkatlah kita bertiga ke Singapore. Kami menginap di hotel Mandarin dan orang tua saya check up di Rumah Sakit Mount Elizabeth. Orang tua saya perlu melakukan beberapa tes kesehatan yang bisa memakan waktu beberapa jam.

Daripada bosan menunggu di rumah sakit, saya minta ijin untuk Jalan-jalan ke Orchard Road dan nanti janjian ketemu di hotel. Di sepanjang Orchard Road, saya keluar masuk toko-toko hingga saya menjumpai sebuah toko kecil yang menjual peralatan-peralatan untuk seks. Saya baru pertama kali melihat toko itu dan dengan terheran-heran saya masuk ke dalam.

Berbagai macam kondom dijual dan dipajang di rak-rak. Buku-buku seputar seks bahkan dildo juga dijual. Dildo adalah penis tiruan terbuat dari karet yang dipakai wanita untuk masturbasi. Bentuknya bermacam-macam. Ada dildo yang dibuat mirip sekali dengan penis, ada dildo yang dibuat berbentuk tabung oval stainless steel, bahkan ada juga dildo yang dibuat bercabang sehingga si wanita bisa memasukkannya ke dalam vagina dan anusnya secara bersamaan. Awalnya saya mau nekat membeli dildo yang bercabang tetapi saya urungkan niat itu dan saya pilih dildo yang mirip penis asli.

Saya berjalan menuju kasir. Di sebelah saya ada seorang pria tinggi dan tegap dengan potongan rambut cepak. Ia berkata kepadaku..

“Jangan lupa beli jel pelumas karena nanti bisa lecet” seraya menunjuk ke botol yang dipajang dirak.

Sambil tersenyum malu, saya menghampiri rak botol jel pelumas dan mengambil satu.

“Kamu orang Indonesia ya?” kata pria itu dalam bahasa inggris.
“Iya, kok tau?” saya membalas dengan bahasa inggris.
“Banyak orang Indonesia disini, saya bisa membedakannya. Nama saya Richard Chen”
“Saya Vita”

Richard membayar ke kasir satu kotak kondom lalu saya kemudian membayar dildo dan botol jel. Selesai membayar, Richard memberikan kartu namanya padaku dan berkata.

“Kalau anda perlu bantuan dalam memakai barang itu, saya bersedia membantu”
“Nanti saya pikirkan” kata saya sambil menerima kartu namanya. Setelah itu kami berpisah.

Dengan tergesa-gesa saya berjalan kembali ke Hotel Mandarin. Setiba di kamar (saya tidur di kamar sendiri), saya langsung membuka bungkusan dildo dan botol jel. Kemudian saya membuka seluruh bajuku dan telanjang bulat di tempat tidur membaca petunjuk pemakaian yang tertera di kotak dildo. Saya memperhatikan dengan seksama dildo itu. Memang sangat mirip dengan penis asli. Bentuknya cukup besar sekitar 30 cm, diameter 4cm dan berwarna coklat muda. Saya berpikir apakah ini muat dalam vagina saya? Mari kita coba!

Saya merebahkan diri di tempat tidur lalu membuka lebar kakiku kemudian dildo saya arahkan ke vaginaku. Tak lupa saya oleskan jel pelumas di seluruh dildo kemudian saya mulai masukkan dengan perlahan ke vagina. Awalnya agak seret tetapi dengan sabar saya masukkan hingga mentok diujung vagina. Setelah itu saya mulai tarik lagi keluar.

Saya menikmati setiap senti dari dildo yang masuk dalam vaginaku. Mataku terpejam menikmati sensasi ini. Setelah dildonya keluar semua, kembali saya masukkan dan kali ini lebih cepat. Akhirnya vagina saya sudah terbiasa dengan dildo itu sehingga saya bisa mengocok dildo dengan cepat. Nafas saya memburu dengan cepat. Keringat saya mengucur disekujur tubuhku. Payudara kuremas-remas sembari mengocok dildo di vagina.

Ada sekitar lima menit saya memainkan dildo itu dalam vaginaku hingga saya orgasme pertama. Setelah itu saya membalikkan badan dalam posisi menungging dan memasukkan dildo dari arah belakang. Saya melihat bayangan tubuhku di cermin yang digantung di atas meja. Saya merasa seksi sekali. Mulutku terbuka lebar dan mataku setengah terpejam menikmati dildo yang dimasukkan ke vaginaku dari arah belakang.

Saya merapatkan kedua belah kakiku hingga dildo itu rasanya bisa saya tekan dengan kuat dengan otot selangkanganku. Payudaraku yang bergelantungan tampak bergoyang-goyang mengikuti irama gerakanku. Beberapa menit kemudian, kembali saya orgasme. Saya langsung roboh ke kasur. Tubuhku basah oleh keringat. Cairan vaginaku membasahi sedikit sprei tempat tidur. Saya beristirahat sejenak sementara dildo itu masih di dalam vaginaku.

Saya lalu mendapat ide baru. Saya mengeluarkan dildo itu dari vagina lalu saya mengambil kursi. Kursi itu mempunyai sandaran yang dibuat dari beberapa kayu yang tegak lurus dan ada jarak dari antara satu kayu ke kayu lain. Saya selipkan dildo itu di antara kayu itu. Karena ukuran dildo yang besar, maka dildo itu bisa diselipkan dan tidak bergoyang sama sekali. Dildo itu mengacung membelakangi kursi. Saya lalu menggeser kursi itu ke arah meja rias. Lalu saya menungging bertopang pada meja rias sedangkan vagina kuarahkan pada dildo.

Saya melihat posisiku yang cukup lucu karena saya berada dalam posisi doggy style dan dildo itu ditopang dalam sandaran kursi. Lalu mulai kembali saya perlahan memaju mundurkan pantatku. Dildo bisa masuk dengan baik dan kursinya sendiri tidak bisa bergeser kemana-mana karena tertahan oleh tempat tidur. Saya mulai mempercepat irama gerakanku. Gairah seksku seperti tiada hentinya bergelora dalam diriku. Sepertinya dildo ini bisa memahami keinginan seksku yang tinggi.

Berkali-kali saya hunjamkan dildo itu ke dalam vaginaku. Vaginaku terasa berdenyut-denyut menerima sensasi seks yang diterima dari dildo itu. Nafasku tersengal-sengal. Rambutku berantakan dan keringat kembali bercucuran di dadaku. Saya meremas kedua belah payudaraku dengan gemas sembari terus memacu vaginaku dalam dildo itu. Saya ingat waktu itu dalam tempo waktu 15 menit bersetubuh dengan dildo dalam posisi tersebut, saya orgasme kurang lebih 6 kali.

Akhirnya saya berhenti karena kecapaian. Saya melepaskan dildo itu dari vaginaku dan mencopotnya dari sandaran kursi. Saya membaringkan tubuhku yang lunglai di tempat tidur lalu tertidur selama 1 jam. Begitu terbangun, saya langsung buru-buru membereskan kamarku dan membuang bungkusan dildo dan jel pelumas. Dildo itu sendiri saya cuci lalu saya bungkus didalam kaos beserta botol jel pelumas supaya tidak ketahuan ibuku.

Saya melihat kartu nama si Richard di tasku. Sempat terlintas ide untuk menelepon dia dan siapa tahu bisa diajak bersetubuh. Tetapi saya urungkan niat itu karena beresiko tinggi ketahuan orang tua. Lagipula saat ini saya sedang senang bermain-main dengan dildo baruku.

Hingga sekarang, saya sudah memiliki tiga buah dildo. Yang pertama adalah dildo pertama yang saya beli di Singapore, kemudian dildo yang model bercabang dan ketiga dildo yang bisa bergetar sendiri memakai baterai. Kedua dildo itu saya beli di Amerika. Tamat


READ MORE - Masturbasi Pertamaku

Saturday, March 19, 2011

Tubuh Indah

Siang menyengat kota Yogya, dengan langkah gontai Anton berjalan di koridor kampus menuju ruang administrasi. Dia harus mendaftar ulang hari ini, hingga jam 12 siang, bila ingin ikut KKN. Rambut setengah bahu dan tak pernah berrcumbu dengan sisir, tidak membuatnya risi di tiup angin kemarau siang itu. "Siang Anton" sapa suara lembut dari ruangan sebelah kiri tempatnya dia berjalan. "Eh, siang nDah" sapanya kepada asal suara tadi. Indah, teman seangkatan Anton, dengan otak brilliannya sekarang menjadi assistent dosen. "Daftar KKN ya ton..? tanya Indah mengerlingkan mata bundarnya. "Iya non, ikutan KKN juga?" balas tanya Anton. "Iya laah, kan aku panitia" sambung manja Indah.

Siapa tak kenal Anton, cowok urakan dengan dandanan semaunya tapi memiliki otak encer serta trik halus dalam memperlakukan wanita. Andai saja Anton rajin, mungkin sudah kemarin-kemarin lulus dia, pikir Indah, Tapi peduli setan liwatlah, yang penting, sebagai salah satu cewek yang mengagumi Anton, Indah tak begitu memperhatikan hal itu. Hatinya sedikit berbunga, mendengar kabar Anton ikut KKN, bukan karena ingin Anton segera menyelesaikan kuliahnya, terlebih Indah dapat berdekatan dengan Anton. Karena Indah sebagai assisten dosen, yang secara kebetulan dia bertugas mendampingi mahasiswa menlaksanakan KKN di suatu daerah terpencil, akan banyak kesempatan untuk mendekati Anton. Sosok Indah yang bertubuh sintal dengan dada membusung, rambut lurus sepinggang, ditambah tai lalat mampir dekat dagunya, menambah manis dan seksi.

Singkat cerita sampailah rombongan KKN di daerah terpencil, setelah pembagian penginapan yang di putuskan dalam breafing di pendopo kelurahan, Anton berlima satu rumah dengan Indah. Semua itu telah diatur Indah sebagai panitia yang mempunyai wewenang dalam pembagian penginapan, mereka mendiami belakang rumah pak Lurah, sebagai gambaran, desa tempat KKN berupa perbukitan tandus dan jauh dari kota, sarana serta prasarana sangat minim, listrik belum ternjangkau. Satu-satunya sumber mata air berjarak 300 meter dari desa. Kegiatan sehari-hari KKN adalah memberi penyuluhan kepada masyarakat yang dilaksanakan sehari penuh, anggota KKN baru kembali ke penginapan sekitar pukul 9 malam.

Satu bulan berlalu, Jumat sore setelah tugas selesai seharian, tiba giliran mahasiswa yang ingin pulang ke rumah masing-masing, anggota KKN mendapat cuti selama dua hari, yaitu Sabtu dan Minggu.


"Gimana Ton? kamu ikut pulang? tanya Indah pada Anton.


"Yah, liat aja lah. Kalo ada yang bayarin gue pulang, kalo enggak yah jaga posko, abis semuanya pada pulang" jawab Anton sekenanya.


"Udah di sini aja nemenin aku" kata Indah setengah berharap, sebagai panitia Indah tidak mendapat jatah cuti.


"Boleh, sapa takut? jawab Anton, Indah pun mengangguk sembari tersenyum lega.


"Ton, mau nggak temani aku ke sumber" tanya Indah memelas kepada Anton.


Sumber adalah tempat mata air di mana semua kegiatan mandi dan mencuci dilakukan anggota KKN. Indah ketinggalan teman-teman putrinya mandi tadi, sementara Anton cukup dua hari sekali mandi.


"Nggak takut sama aku?" canda Anton,
"Emangnya kamu rabies ya? tanya Indah senyum di kulum.


Wah rejeki nomplok nih, batin Anton, tak terasa celana jin sobek yang dikenakannya terasa sesak, terutama daerah selangkangannya.


"Ati-Ati lho nDah, jalan ma setan" teriak Dini teman se kamar Indah sambil mengerlingkan mata ke arah Anton.


Anton gemas, diambilnya batu kecil dan dilemparkannya ke arah Dini,


"awas ya kamu, entar malem aku grayangin" ancam Anton. Hi... hi... siapa takut di gerayangin kamu, emangnya berani?" tantang Dini.


"Udah ah, gak usah dilayanin, ayo nati keburu kemaleman di sana" kata Indah sambil menarik lengan Anton.

"Kok sepi ya Ton, dan dingin pula daerah sini" kata Indah sambil merapatkan tubuhnya ke Anton.


"Namanya aja hutan, ya jelas sepi dong" jawab Anton.


"Kamu udah mandi Ton?" tanya Indah.


"Ha... ha... ha... kayak gak tau aku aja, rencana sih besok aja mandinya" jawab Anton.


"Temenin aku mandi ya Ton?" pinta Indah setengah berbisik,
"Gak usah di suruh lagi tuan putri, hamba siap melayani permintaan tuan putri" gaya Anton berpantomim.
"Ihhh, genit, awas ya..." ujar Indah sambil mencubit pinggang Anton.

Keduanya berbugil ria masuk ke pancuran tempat untuk mandi, mereka berpelukan.


"Ton... udah berapa wanita yang kamu gauli?" selidik Indah.


"Ha... ha... ha... sama kamu udah yang ke 1001 non" canda Anton.


"Nakal aya kamu, apa sih yang membuat cewek tergila-gila sama kamu Ton?" keja Indah sambil mencubit Anton dengan mesra.


"Mungkin mereka tergila-gila sama adikku ini" kata Anton sembari memainkan penisnya yang mulai berdiri.


"Boleh aku kenalan sama adikmu?" kerling manja Indah,


"Ati-ati lo, dia suka ngeludahin cewek" goda Anton.


Dipegangnya penis Anton dan dibelai mesra tangan halus Indah.


"Dingin ya Ton airnya" kata Indah,
"Ah enggak... anget kok" jawab Anton sambil meraba selangkangan Indah.

READ MORE - Tubuh Indah